Sinopsis Di Tepi Sungai Dajlah
Judul Buku: Di Tepi Sungai Dajlah
Pengarang: Hamka
Penerbit: Jejak Tarbiyah
Tahun Terbit: 2018, Pertama
Tempat Terbit: Selangor
Tebal Buku: 194 Halaman
“Bangsa Indonesia bukanlah membenci Belanda; Bangsa Indonesia hanya
membenci penjajahan dan nafsu kolonialisme.” Hamka memulai halaman pertama dari buku catatan
perjalanan ini dengan cuplikan kalimat yang keluar dari bapak proklamator
Indonesia, Ir. Soekarno.
28 Oktober 1950, perjalanan Hamka dari kota Kairo menuju kota Baghdad. Buku
ini menjelaskan tentang apa saja yang dilakukan oleh Buya Hamka selama berada
di Baghdad, Iraq. Mulai dari kedatangan dirinya dengan menggunakan pesawat K.L.M.
yang dipenuhi oleh bangsa Belanda transit di Kairo dan Baghdad untuk mengambil penunmpang.
Hingga kepergian Buya Hamka meninggalkan kota yang penuh dengan sejarah dan
kenangan.
“Dua bangsa senantiasa berebut kekuasaan di pinggir-pinggir sungai Dajlah
dan Furat itu, seabad sebelum Nabi
Muhammad dilahirkan. Iaitu bangsa Yunani, kemudian dilanjutkan bangsa Romawi di
satu pihak, dan bangsa Parsi di pihak lain.
Dua kerjaan Arap berdiri, yang satu dipengaruhi oleh Rom dan yang lain
dipengaruhi Parsi. Al-Hirah menjadi pusat kekuasaan Bani Munzir...” Buya Hamka
menulis buku ini dengan memberikan corak sejarah masa lalu. Buku catatan ini
sarat akan sejarah yang plot lokasinya ada di Sungai Tigris dan Eufrat, Iraq. Buya
Hamka merunut sejarah mulai dari 3 abad sebelum Al-Masih diutus, kerjaan
Babilonia berdiri hingga akhirnya atas kehendak Menteri Luar Negeri Inggris,
Churchill pada saat itu tegaklah Irak dengan Ibukota Baghdad ketika itu di bawah
kepemimpinan Raja Faisal bin Husein.
Di dalam buku ini Buya Hamka juga memberikan ruang yang cukup luas untuk
menjelaskan tentang paham Syi’ah yang diusut-usut lahir sejak wafatnya
Rasulullah SAW dan masih bertahan hingga saat ini. Pemeran, tempat dan kejadian
yang ada bersama paham Syi’ah dijabarkan dengan singkat dan jelas sambil
menelurusi lokasi yang menjadi saksi bisu sejarah. Buya Hamka juga sedikit
membicarakan pengaruh Syi’ah di Indonesia, terutama di Sumatra Barat. Setelah
panjang lebar bercerita tentang Syi’ah Buya Hamka menyeimbangkannya dengan
paham mazhab Sunni.
Kronologis sejarah yang Buya Hamka tuliskan di Buku ini membantu pembaca
untuk mudah memahami dan mengingat kembali apa yang pernah terjadi dengan
penjelasan yang mudah dipahami oleh pembaca. Untuk memahami seluk-beluk bagaimana
negara Arab yang sekarang terbentuk secara ringkas dengan metode merunut dari
keturanan Hasan dan Husein buku ini bagus untuk dibaca, terutama Republik Iraq.
Disamping itu, alur jalan cerita perjalanan Buya Hamka selama di Iraq
menunjukkan bahwa di mata para orang-orang besar, para diplomat dan ulama Buya
Hamka adalah orang terpandang dan memang layak satu duduk dengan mereka. Buya
Hamka memiliki ilmu yang luas dan gaya bahasa yang lugas.
Buku ini sangat bagus untuk menjadi bacaan semua kalangan untuk bisa
mengenal Buya Hamka lebih dekat, menilik kembali sejarah yang ada di Timur
Tengah, menjajaki negara Iraq dan seluk—beluknya, belajar melihat paham Syi’ah
dan Sunni.
Komentar
Posting Komentar