Tunaikan Amanah



Suatu pagi di tepi lembah,

Nasruddin Hoca sedang memandang indahnya panorama Lembah yang ada di depannya. Tak jauh dari tempat ia duduk menatap keindahan lembah itu, Ayahnya juga sibuk dengan pekerjaannya. Nasruddin Hoca sering berada di dekat ayahnya. Ayahnya kerab menasihati dan mengajarkan Nasruddin Hoca tentang sebuah kemandirian. 

Luar biasa indah, lekuk – lekuk dinding lembah dari bebatuan keras yang terbentuk dari gejala alam begitu memikat pandangan Nasruddin Hoca. Pepohonan yang rimbun dan rindang. Kicauan burung juga mengayun melodi senada. Ayahnya tetap saja fokus dengan pekerjaan yang ia lakukan. Nasruddin Hoca sedikit melirik ke arah ayahnya, “Sepertinya ayah ingin menyelesaikan pekerjaannya,” tapi tidak, hari masih pagi mana mungkin ayah menyelesaikannya. Seperti biasa, Hoca dan ayah pulang menjelang matahari terbenam di punggung lembah. Tapi kenapa ayah mulai merapikan peralatan kerjanya?” dalam hati Nasruddin Hoca berbicara.

Nasruddin Hoca kembali asyik memutar bola matanya. Menikmati udara segar di pagi hari. Berjemur di bawah terik ramah mentari pagi. Memperhatikan makhluk – makhluk hidup yang ada di sekitarnya.

“Anakku Nasruddin! Aku akan pergi jalan – jalan ke pinggir danau bersama para tetangga. Aku akan kembali. Jagalah pintu jalan! Jangan tinggalkan!” Ayah Nasruddin Hoca memberikan perintah yang tegas pada anaknya. 

Melihat ayahnya sudah dalam kondisi siap berangkat, sebelum pergi ia meninggalkan perintah dan menaruh buah aprikot ke tangan kanannya. Nasruddin Hoca hanya menganggukkan kepala dua kali menyiyakan apa yang di perintahkan oleh Ayahnya. “ Jagalah pintu jalan!” 

Ayahnya adalah seorang yang tegas, disiplin, berani dan hanif. Ia mendidik anaknya agar menjaga amanah yang diberikan. Ia taruh keyakinan dan kepercayaan pada anaknya untuk menjaga pintu jalan yang ada di lembah. Ia juga memberikan janji bahwa ia akan kembali dan mempertanyakan perihal pintu itu. 

Dengan penuh rasa tanggung jawab, Nasruddin Hoca menjaga pintu itu sejak Ayahnya pergi. Ia lihat Ayah berjalan menjauh dari lembah hingga tenggelam dalam rimbunan pohon. Ia balik kanan dan berada tepat di pintu jalan lembah. 

Matahari mulai terik. Posisinya tepat berada di atas ubun – ubun kepala sang Nasruddin Hoca. Setelah lebih berdiri menjaga pintu. Persendian kaki Hoca merasa terasa penat. Di perhatikannya sekitar pintu yang ia jaga. Ia temukan bongkahan batu besar di sebelah kanannya. Di pangkal pintu. Ia duduk dengan kaki sedikit mengangkang. Menghadap ke pintu. 

Sambil duduk termangu, Nasruddin Hoca mengunyah buah aprikot yang diberikan Ayahnya sebelum pergi. Ketika asyik menikmati buah segar di tengah teriknya sinar matahari terdengar suara dari kejauhan. Telinga Nasruddin Hoca menangkap suara itu. 

Ia lihat, tapi Nasruddin Hoca tidak melihat seorang pun di balik kerumunan pohon.
“Anakku Molla! Nanti malam kami akan datang ke rumahmu, pergilah dan kabari Ibumu.” Paman Nasruddin Hoca bersuara keras ke arah lembah. 

Mendengar perintah pamannya yang juga dia hormati, Nasruddin Hoca bergegas. Dicopotnya pintu dari kayu sanggahan pintu yang menjadi amanah Ayahnya. Ia berlari bergegas menyampaikan kepada Ibu akan kedatangan Paman dan Bibi nanti malam. Kalau Ibu tidak di beri kabar nanti Ibu akan pontang – panting menyajikan makanan untuk mereka. Kalau rumah belum rapi sekarang bisa dirapikan sebelum meraka datang.

Tergopoh – gopoh Nasruddin Hoca menenteng pintu jalan tadi. Pintu yang terbuat dari kayu. Berat dan ukurannya lumayan besar. Lebih besar dari ukuran tubuh Nasruddin Hoca. Mengingat bahwa menjaga pintu adalah amanah dari Ayah, Nasruddin Hoca tak berani meninggalkan amanah yang diberikan padanya. 

Kini, Hoca menggendong pintu jalan itu. Ia gembira Paman dan Bibinya akan datang. Ia juga berat meninggalkan pintu yang menjadi amanah. Dengan kegembiraan Nasruddin Hoca, beratnya pintu yang digendongnya tidak terlalu menjadi masalah baginya. Ia tetap berlari kecil – kecil kegirangan. Hingga, tibalah ia di tepi danau. 

Ini anak! Apa maksudmu begini?” Ayahnya melihat dan bertanya tegas.

“Ayah menyuruh saya untuk menjaga pintu jalan, jangan berpisah! Sedangkan Paman bilang dia akan datang malam ini. ‘Pergi dan kabarilah Ibumu’ katanya. Sementara saya, berusaha untuk bisa melakukan keduanya. Selain ini apa yang bisa saya lakukan?”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WELCOME TO JORDAN (Ürdün'e Hoşgeldiniz)

Sinopsis Di Tepi Sungai Dajlah