Bukan Aku, Tapi Kita! #3 ( Ben Değil, Biz )
Seperti itulah mukaddimah dalam bab
Hutbe Şemiye. Dalam lembaran kitab selanjutnya berisi
tentang khutbah yang di sampaikan oleh Said Nursi pada Jum’at itu.
Yang lebih dari kitab yang kami bedah selain dari isinya yang luar biasa,
kami membedahnya dengan kitab yang menggunakan bahasa pengantar Usmani. Bahasa Usmani.
Yayasan Hayrat salah satu dari banyak yayasan di Turki yang memelihara bahasa
Usmani dengan terus membaca, menulis dan belajar dengan menggunakannya. Ya,
seperti bahasa arab tapi tidak sama. Mungkin kalau kita di ranah Melayu
mengenal bahasa Arab Melayu, nah seperti itulah lebih tepatnya. Dengan cara
membaca yang hampir sama dengan tulisan yang menggunakan huruf latin. Di beberapa
provinsi di Indonesia masih menjaga bahasa Arab Melayu. Masih perlu belajar banyak
untuk bisa membaca kitab yang berbahasa Usmani.
Suatu hal yang baik. Menjaga budaya asli dari negara yang positif. Sebuah pelajaran
bagi aku, kamu dan kita bahwa menjaga kebudayaan positif yang ada dari leluhur
kita adalah kewajiban kita. Kita menjadi jembatan. Menjembatani kebudayaan
kebudayaan itu. Jangan sampai anak cucu kita nanti tidak dapat melihat
kebudayaan positif dari leluhur namun buruknya kebudayaan negatiflah yang
tinggal. Yaudzubillah...
Setelah hampir dua jam membolak-balik kitab, coffee break.
Di sudut kanan ruangan, dari pintu masuk belok ke kiri, dekat dengan pintu
yang mengarah keluar. Di atas tiga susunan meja panjang beralaskan kain
bersandarkan tiang. Diatas kain yang membentang itu berjejer karton-karton
bikuit dan coklat Afia. Di ujung meja, ada teh hangat yang menanti. Aku dan
teman-teman berbaris mengantri, mengambil beberapa bungkus bikuit dan secangkir
teh hangat.
“Aahhh...,”
Sambil menyeduh teh hangat, aku dan teman-teman duduk manis diatas kursi
sambil berbincang-bincang. Banyak dari kami yang belum mengenal satu sama lain.
Semua mahasiswa asing yang tinggal bersama yayasan Hayrat di seluruh saentero
Turki datang kesini. Duduk sejajar, berdiri satu barisan. Perbincangan diantara
peserta semakin hangat. Diantara kami di dominasi oleh mahasiswa dari negara
Afganistan, Sudan, Suriah dan Indonesia. Dari Malaysia juga lumayan. Biasanya Indonesia
dan Malaysia akrab di panggil Nusantara. Termasuk mereka yang berdarah Melayu dari Thailand. Karena memang begitulah hakikatnya.
Setalah coffee break selama lima belas menit, kami kembali ke tempat duduk
masing-masing, kembali ke kelompok yang telah di tentukan dari awal, kembali ke
kelompok saat membaca kitab Mektubat tadi. Sambil menghabiskan biskuit yang ada
di tangan dan seduhan terakhir teh hangat, teman-teman merapat ke kelompoknya. Kali
ini, buku yang akan kami baca adalah Hizmetkar Liderlik Modeli. Dengan suasana
hening kami mulai membaca halaman ix dari buku itu. Waktu membaca buku hingga
waktu zuhur masuk, nanti akan di sambung setelah ISHOMA. Eh, karena tidak pakai
makan siang berarti ISHO. Istirahat dan sholat. Ada waktu sekitar 30 menit hingga
azan zuhur berkumandang.
Yuk! Kita mulai membaca buku. :)
#30DWC Hari ke - 10
MasyaAllah super gardasim
BalasHapusMasyaAllah super gardasim
BalasHapusNe demek ya, sen mükemmelsin 💯
Hapus