Bukan Aku, Tapi Kita #2 ( Ben Değil, Biz )
- Hutbe Şemiye -
Tema ini yang akan sedikit aku dan teman-teman kupas
beberapa hari, hari ini dan beberapa hari kedepan dari karya salah seorang
ulama asal Turki, Said Nursi. Ya, kalau dilihat dari judul diatas, kata ini dekat
dengan bahasa Arab. Secara kosakata memang banyak bahasa Arab yang di bawa ke
bahasa Turki. Hutbe, artinya Khutbah dalam bahasa Indonesia. Sama, bahasa
Indonesia juga menyadur dari bahasa Arab. Dan arti dalam ketiga bahasa ini
sama. Şemiye, kata ini berasal dari kata Syam. Juga dekat
dengan bahasa Arab bahkan sama. Kalau di artikan kedua kata ini, akan
menghasilkan arti Khutbah yang disampaikan di Syam.
“Suatu waktu, Ustadz* sedang berada di Syam. Ia
sedang melakukan perjalanan menunutut ilmu di sana. Bertepatan dengan hari Jum’at.
Sebelum sholat jum’at di mulai para jama’ah sudah mulai bergelombolan menuju
masjid. Mengejar kebaikan datang lebih awal dan duduk menanti waktu sholat
masuk.”
“Saat azan sudah berkumandang. Waktu untuk khutbah sudah
tiba namun Imam masjid yang biasa memberikan khutbah belum muncul juga. Belum ada
yang berdiri di depan jamaah, diatas mimbar. Seseorang yang biasa menggantikan
Imam mengambil alih khutbah. Ia menaiki mimbar dan khutbah dimulai. Tapi...
saat sang khatib ingin memulai khutbahnya tiba-tiba lidahnya terkunci. Ia tak
dapat mengucapkan satu kata pun. Ia coba lagi namun tetap tidak berhasil. Sang khatib
turun. Said Nursi berada di antara kerumunan jamaah sholat jum’at. Seorang yang
biasa menjadi bilal di masjid ini berdiri dan mengisi posisi khatib. Sama, apa
yang terjadi pada orang sebelumnya juga terjadi. Tak dapat berbicara satu kata
pun. ‘Sepertinya mambir ini ada pemiliknya,’ celetup seorang yang juga
terpandang. Lantas, tak ada seorang pun yang bisa menyampaikan khutbah sampai
sekarang. Untuk mencari pemilik khutbah kali ini, para ulama yang ada ketika
itu sepakat menunjuk Ustadz Said Nursi untuk mencoba. –Mereka sudah mengira
bahwa khutbah kali ini miliknya-.”
Kami terkesima mendengar penjelasan seorang yang menjadi
mentor di meja kami. Tangan yang bertopang segitiga menyanggah dagu terpaku. Bola
mataku dan teman-teman terfokus pada gestur mentor kami. Takjub.
“Dengan ketawadhuannya, Ustadz maju setelah dipersilahkan
oleh pembesar yang ada di masjid itu. Apakah benar khutbah kali ini adalah
miliknya? Karna sebelumnya belum ada kejadian seperti ini. Ustadz melangkah
dengan tenang menaiki mimbar. Sebelum ia memulai khutbah yang akan di
sampaikan, Said Nursi memohon kepada para ulama yang ada dihadapannya, para
jamaah yang akan mendengarkan khutbahnya dan kepada dirinya sendiri.”
Aku semakin ngeh dengan apa yang di ceritan oleh mentor
kami. Dalam kelompok kami ada sembilan orang. Semua terperangah dengan cerita
pembuka materi ini. Apakah Said Nursi dapat menyampaikan khubah? Apakah dia
pemilik mimbar hari itu? Apa yang akan dikatakannya kepada para ulama dan
jamaah.
*Panggilan Said Nursi dalam kitabnya
#30DWC hari ke-9
Komentar
Posting Komentar